Jumat, 31 Januari 2020

Puisi Muhasabah

Muhasabah

Langit bergelombang
Laut berawan
Saling berkaca pahami keadaan
Sedang hatiku bergelombang
Pikirku menerawang

Obati luka, sedari dugaan
Di hujung petang
Aku sampaikan
Tetesan hitam yang engkau abaikan
Sebelum jadi terang
Genggam selalu kebenaran
Lidah tiada, pena kan angkat bicara
Takkan kering luka-luka
Hingga hadir yang dijanjikan
Takkan terlewatkan kisah manusia
Kecuali dituliskan
Seharusnya sedih tak angkat bicara
Masih ada waktu untuk hapuskan
Moga selalu ada karya,
Sebelum patah pena-pena
Sesudah kering tinta-tintaNya
Sesudah patah pena-pena
Sebelum kering tinta-Nya.

-------------------------
Puisi berjudul Muhasabah diatas adalah karya Rudi Rendra, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Suska Riau.

Selasa, 08 November 2011

Kepergianmu Menyertai Perihku

Kepergianmu Menyertai Perihku


Sunyi dikeheningan malam
Terbangun dari mimpi indahku

Terdiam…
Terpaku…
Membisu tanpa kata…

Air mata berderai membasahi pipiku
Sedih yang melanda kalbu
Berharap kau kembali

Suka dan duka yang pernah kita lalui
Hujan panas yang kita arungi bersama
Tak perlu aku menyesali semua itu

Karena, aku bagaikan karang yang dihantam ombak di lautan
Hatiku bagaikan serpihan kaca yang tak berguna
Tapi, mengapa baru kini aku menyadari itu
Setelah kepergianmu wahai sahabatku

Puisi berjudul Kepergianmu Menyertai Perihku ini adalah karya Mona V, siswi SMP Negeri Bernas Binaan Khusus Kabupaten Pelalawan.

Puisi Datin Suheila: Bianglala Kehidupan

Bianglala Kehidupan
Oleh Datin Suheila Asmara

Senja dipenghujung hari menjadi penutup cerita disiang terang
Mencoba menyambut malam dengan semburat jingganya
Karena bumi tak melulu terang
Hingga tiba waktunya bagi gelap tuk merasuk pelan
Jika siang adalah saat sang mentari bertahta
Maka malam adalah peraduan bintang-bintang dan mahligai sang bulan

Menatap pendaran jingga membuat seuntai puisi kehilangan maknanya
Menyaksikan kilaunya membuat seucap mantra kehilangan keajaibannya
Bagai mentari yang membawa bingkisan cerita ceria tuk dibawa pulang
Tapi ketika mendung menghalangi indahnya,
senja serupa kabut petang yang mencapai malam
Bagai arakan awan kelabu yang tangisnya hampir pecah oleh cerita sendu yang menggerogotinya dihari itu

Senja layaknya kehidupan
Tak selamanya senja selalu jingga
Ada kalanya kerumun mendung menghalangi semburatnya
Begitupun hidup, tak selamanya selalu tertawa
Adakalanya setitik air mata akan basahi kelopaknya
Dunia bukanlah roda hitam yang berputar seperti kata mereka
Karena dunia punya warna-warni yang senantiasa berganti seiring perputarannya
Indah memutari hari-hari, bagai bianglala.

Datin Suheila Asmara adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Riau (Unri).

Selasa, 09 Agustus 2011

Puisi: Ditengah Sutera Guram

Lagi malas riview puisi nih, jadi nggak tahu temanya apa. Jadi tambah malas dengan adanya kata guram pada judulnya. Tapi kata sang pengirim yang tak dan tak bukan adalah penulis puisi yang terbit sehari sebelumnya, kualitas puisi guram ini lebih bagus dari yang kemarin. Ya udah, kiita simak aja dolo....
----------------------

Ditengah Sutera guram

Mentari mulai terpejam
Saat bulan mulai tersenyum
Saat langit tak lagi tersenyum
Saat bintang mulai menyebar
Saat semuanya menjadi guram

Ya Rabbi...
Ditengah sutera guram
Hati menghadap perih
Mengharap sejuk terukir indah
Bersama kata yang kekal
Bersama cinta yang abadi

Ya Rabbi....
Ditengah sutera guram
Tiada yang terkuras
Hati basah akan cucuran embun
Bersama sembah yang mulai gugur
Bersama hati yang mulai rapuh

----------------------
Pengarangnnya masih sama, Siti Muhasonah, pelajar XII IPA 1 MAN Selatpanjang - Riau. Si cewek ini katanya tergabung di komunitas Cahayapena sejak 2011 ini.

Senin, 08 Agustus 2011

Puisi Ragu: Keraguan Ini

Pernah baca puisi tentang perasaan ragu dan galau? Bila belum pernah, ini salah satu contoh puisi tentang keraguan. Belum tahu sih kualitasnya sampai mana, tapi coba cek dulu deh:
--------------------------

Keraguan ini

keragua ini
terus ku lirik di balik tirai
yang kian menepi di beranda hati
waktu kian membenah diri
seakan tak lengah lagi
tuk menjamah diri

anyir yang menjerat batin
kini bergeming arzak
yang menumpas segala keusangan kata...

Selatpanjang, 21 juli 2011

--------------------------
Nah, bagaimana puisi ragu di atas, apakah ia malah membuat pembaca mamin ragu (wakakaka). Oh iya, puisi di atas adalah karangan Siti Muhasonah, Siswi XII IPA 1 MAN Selatpanjang - Riau.
Ia bergiat di komunitas Cahayapena

Minggu, 07 Agustus 2011

Tentang 1000 Puisi

Ini beneran lho, ceritanya memang seribu puisi. Maksudnya saya bercita-cita pada suatu saat nanti saya berharap dapat mengumpul puisi banyak sekali disini hingga mencapai ribuan atau bahkan puluha ribu puisi.

Tapi apalah daya saya, mengarang puisi saja masih sangat malas, walaupun sudah punya dua koleksi buku puisi yang tidak pernah diterbitkan, karena jarang dikirim ke media. Apalah artinya puisi-puisi saya, puisi yang kurang berkulitas.

Nah lho, darimana bisa dapat puisi yang sangat banyak bahkan ribuan puisi kalau begitu? Tidak usah bimbang, Anda para pembacalah yang akan mengisinya. Nggak-nggak, cuma bercanda, tapi bila dikirim pasti akan saya terbitkan di 1000 puisi ini kok.

Singkat cerita, blog 1000 puisi butuh dukungan untuk menggapai hasratnya yang begitu dalam, menjurang, karena tidak mungkin asa itu akan terwujud bila tanpa bantuan pengarang puisi lainnya. Ini hanya akan menjadi halaman situs kosong yang tak berguna, bila tidak ada juga pembacanya.